TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan mengusulkan pemberlakuan pajak gender dalam pertemuan negara-negara G20 yang berlangsung pada 2022 di Indonesia. Topik ini akan dibahas oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dalam agenda perpajakan internasional, yang menjadi rangkaian dari Presidensi G20.
“For the first time, tax and gender itu dibahas oleh OECD,” kata Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Wempi Saputra, Jumat, 28 Januari 2022.
Pajak gender yang telah berlaku di sejumlah negara disebut-sebut akan memberi afirmasi kepada perempuan yang mengeluarkan biaya untuk melahirkan. Berikut beberapa hal tentang pajak gender.
1. Sudah berlaku di beberapa negara maju, tapi baru di negara berkembang
Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo, mengatakan pajak berbasis gender sudah berlaku di sejumlah negara maju. Namun di negara berkembang, pajak ini tergolong baru.
Seperti di Indonesia, pajak berbasis gender baru sebatas pembahasan. Rencana ini digaungkan sejak Desember 2021--saat negara mempersiapkan diri sebagai Presidensi G20.
2. Pembahasan berjalan Paralel
Prastowo mengatakan pembahasan pajak gender akan berjalan secara paralel di Kementerian Keuangan dan di pertemuan G20. Ihwal implementasinya, dia mencontohkan pada objek pajak pertambahan nilai (PPN).
Afrika, misalnya tidak mengenakan PPN pada popok bayi. “Simpel kesannya, tapi maknanya luar biasa itu. Keberpihakan untuk soal-soal seperti ini. Nah ini juga yang terus kita afirmasi," tuturnya.